13 Upacara Rangkaian Menyambut Galungan dan Kuningan yang Wajib Diketahui

- 23 Oktober 2021, 19:55 WIB
Ilusterasi banten Bali
Ilusterasi banten Bali /dok. Gede Apgandhi Pranata/ Bulelengpost

BULELEGNPOST.COM --- Galungan jatuh setiap 210 hari atau 6 bulan sekali, tepatnya pada Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

Galungan memiliki arti bertarung dimana bahasa ini diambil dari bahasa Jawa. Tidak ada yang tahu pasti kapan perayaan Galungan pertama kali diadakan.

Namun oleh Drs. I Gusti Agung Gede Putra selaku mantan Dirjen Bimas Hindu dan Budha Departemen Agama RI memperkirakan jika galungan telah diadakan jauh sebelum populer di Bali.

Baca Juga: Doa dan Makna dari Tumpek Wariga

Lalu menurut lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.

Lontar tersebut berbunyi: “Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.” Artinya: “Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka.

Baca Juga: Mantra yang Bisa Digunakan saat Galungan, Kuningan dan Pagerwesi

Galungan dan Kuningan dirayakan (biasanya) dua kali dalam setahun. Antara Galungan dan Kuningan memiliki jarak 10 hari yang dihitung berdasarkan perhitungan kalender Bali.

Inti dari perayaan Galungan dan Kuningan adalah kemenangan Dharma melawan Adharma. Sebelum Galungan dan Kuningan, ada beberapa rangkaian yang menyertainya seperti :

Tumpek Wariga

Tumpek Wariga merupakan rangkaian menyambut Galungan dan Kuningan paling awal yang mana Tumper Wariga dirayakan pada 25 hari sebelum Galungan tiba.

Pada hari Tumpek Wariga Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan.

Baca Juga: Mulai hari ini, Tiket World Superbike Mandalika Sudah Dapat Dibeli

Sugihan Jawa
Secara garis besar, Sugihan Jawa merupakan hari sebagai pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung)


Sugihan Bali
Sugihan Bali biasnaya dirayakan sehari setelah Sugihan Jawa dengan makna pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di dalam diri manusia (Bhuana Alit).

Baca Juga: Berikut Update Terbaru Kode Redeem Genshin Impact 23 Oktober 2021 Berhadiah Primogems dan Mora

Penyekeban
Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan dengan makna 'Nyekeb Diri' atau mulatsarira.

Biasanya umat Hindu akan mempersiapkan sarana upacara seperti buah-buahan, janur dan sebagainya.

Penyajaan
Penyajan memiliki filosofis untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan.

Baca Juga: Dinilai Melindungi Buronan, Pemerintah Hong Kong Kecam Skema Safe Haven AS

Penampahan
Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Biasanya pada pagi hari masyarakat Hindu di Bali khususnya akan 'nampah' atau 'mepatung' yang diteruskan dengan mempersiapkan segala sarana upacara untuk Galungan yang akan datang esok harinya.

Kemudian pada sore hari akan memasng penjor yang mana penjor adalah salah satu ciri khas yang selalu ada pada Galungan.

Hari Suci Galungan
Sejak mata hari belum terbit, biasanya masyarakat Hindu Bali telah disibukkan dengan segala persiapan merayakan Galungan.

Setelah melakukan persembahyangan di lingkungan rumah, biasanya, masyarkat Bali akan melakukan persembahnyangan ke pura yang ada di dekat atau bahkan jauh dari tempat tinggalnya yang juga dikenal dengan istilah 'Marek' atau 'Nangkil".

Manis Galungan
Sehari setelah Galungan disebut sebagai Manis Galungan. Dimana biasanya pada manis Galungan masyarakat Hindu bali akan mengisinya dengan silahturahmi ke sanak saudara dan ada juga yang sembahyang ke pura yang jauh.

Hari Pemaridan Guru
Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Marid dan Guru.Memarid sama artinya dengan ngelungsur/nyurud (memohon) , dan Guru tiada lain adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dapat diartikan bahwa hari ini adalah hari untuk nyurud/ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru. Dirayakan pada Sabtu Pon wuku Galungan.

Ulihan

Ulihan artinya pulang/kembali. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah hari kembalinya para dewata-dewati/leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah panjang umur. Dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan

Soma Pemacekan Agung

Kata pemacekan berasal dari kata pacek yang artinya tekek (Bhs Bali.) atau tegar. Makna pemacekan agung ini adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan. Dirayakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.

Hari Kuningan

Hari Suci Kuningan dirayakan umat dengan cara memasang tamiang,kolem, dan endong. Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra, Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan Endong tersebut adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur kita saat berperang melawan adharma.

Tamiang kolem dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran, sedangkan endong dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran.

Baca Juga: Masih Aktif! Kode Redeem Mobile Legends 23 Oktober 2021: Skin, Diamonds, dan Magic Dust Gratis

Tumpeng pada banten yang biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning yang dibuat dari nasi yang dicampur dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus bersama minyak kelapa dan daun pandan harum.

Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet), sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.

Baca Juga: Mantra yang Digunakan Ketika Sedang Sikap Asana, Pranayama dan Kara Sodhana

Hal ini sebenarnya mengandung nilai disiplin waktu dan kemampuan untuk memanajemen waktu. Warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan,keberhasilan, dan kesejahtraan.

Hari Pegat Wakan

Hari ini adalah runtutan terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan. Dilaksanakan dengan cara melakukan persembahyangan, dan mencabut penjor yang telah dibuat pada hari Penampahan. Penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah. Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah galungan. ***

Editor: Gede Apgandhi Pranata


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x