BULELENGPOST.COM - Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu pada hari Jumat mengapresiasi latihan militer bersama dengan Cina minggu ini sebagai simbol kerja sama militer yang semakin erat.
Shoigu terbang ke China untuk menghadiri latihan militer yang berakhir pada Jumat di Daerah Otonomi Ningxia Hui.
“Kami telah mencapai kerja sama tingkat tinggi antara militer kami di darat, di udara, dan di laut,” kata Shoigu dalam pertemuan dengan mitranya dari Tiongkok,
Baca Juga: Kalahkan Maldives dan Hawaii, Bali Dinobatkan Sebagai Destinasi Wisata Sunset Terindah di Dunia
“Memperluasnya adalah bagian penting dari kegiatan kami di masa depan. Militer Rusia mengirim beberapa pesawat tempur Su-30SM dan unit infanteri bermotor untuk ambil bagian dalam manuver tersebut," ujarnya seperti dikutip dari defensenews.com, Sabtu, 14 Agustus 2021
Shoigu mencatat bahwa latihan itu menandai pertama kalinya pasukan Rusia mengambil bagian dalam latihan bersama di wilayah China. Dia menambahkan bahwa itu bisa mencerminkan tingkat baru kerja sama militer untuk kepentingan stabilitas regional dan global.
Baca Juga: Ibu ini Tewas Tertembak di Kepala Setelah Lalai Awasi Anak yang Masih Balita
Dalam sebuah pernyataan terkait latihan, Kementerian Pertahanan Rusia mengutip pernyataan menteri pertahanan Cina, Wei Fenghe yang mengatakan bahwa hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan untuk bersama-sama menanggapi risiko dan tantangan, meskipun tidak ditujukan terhadap negara dunia ketiga mana pun.
Wilayah tempat latihan minggu ini diadakan terletak di barat laut China, timur Xinjiang, di mana China telah menahan lebih dari 1 juta warga Uyghur dan anggota minoritas Muslim lainnya atas apa yang disebut sebagai kampanye melawan terorisme dan ekstremisme.
Baca Juga: Enam Anggota Kelompok Ekstremis Manipur Tewas di Myanmar
Di lain pihak, aktivis HAM mengatakan penahanan itu melanggar hak asasi manusia dari kelompok minoritas.
Xinjiang berbagi perbatasan sempit dengan Afghanistan, dan Beijing khawatir tentang kekerasan yang meluas di perbatasannya jika Taliban mengambil kendali di Afghanistan setelah penarikan pasukan AS.
Baca Juga: Penuhi Panggilan, JRX SID Tiba di Polda Metro Jaya Gunakan Masker Warna Hitam
Baca Juga: Sentimen SARA kian Memanas, Minoritas di India Hidup dalam Bayang - Bayang Ketakutan
Rusia telah berusaha untuk memperluas hubungannya dengan Cina setelah hubungannya dengan Barat merosot ke posisi terendah pasca-Perang Dingin atas sejumlah ketegangan di antaranya; pencaplokan Krimea Ukraina tahun 2014 oleh Moskow, tuduhan serangan peretasan Rusia, campur tangan dalam pemilihan umum dan perselisihan lainnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China, Xi Jinping, telah mengembangkan hubungan pribadi yang kuat untuk meningkatkan “kemitraan strategis” antara bekas saingan Komunis mengingat Moskow dan Beijing sama - sama menghadapi ketegangan yang meningkat dengan Barat.
Baca Juga: Aturan Masuk Pusat Perbelanjaan Menunjukkan Kartu Vaksin Masih Tahap Uji Coba
Meskipun Rusia dan China di masa lalu menolak kemungkinan membentuk aliansi militer, Putin mengatakan pada keterangannya di musim gugur lalu, bahwa prospek semacam itu tidak dapat dikesampingkan sepenuhnya.
Putin juga mencatat pada bulan Oktober bahwa Rusia telah berbagi teknologi militer yang sangat rahasia dengan Cina. Hal inipun diharapkan dapat membantu secara signifikan kemampuan pertahanan masing - masing negara.***