Kick Off Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

- 19 November 2021, 17:26 WIB
Pembukaan Kick Off Sosialisasi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pembukaan Kick Off Sosialisasi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan /Dok. Pemprov Bali

BULELENGPOST.COM - Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 yang disahkan Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2021 lalu merupakan UU yang disusun agar sistem perpajakan menjadi lebih adil, efisien, fleksibel dan netral dalam penerapannya.

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam sambutannya saat membuka Kick Off Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di BNDCC Nusa Dua, Bali, Jumat, 19 November 2021.

Dalam acara yang diprakarsai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) RI tersebut dihadiri pula oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace).

Baca Juga: Tambah 2 Kasus, Berikut Update Kasus Covid-19 Provinsi Bali Jumat, 19 November 2021

“Kita berpegang pada asas keadilan dan kesederhanaan, ada kepastian hukum dan manfaat serta demi kepentingan nasional yang lebih luas,” kata Menkeu Sri Mulyani.

UU HPP sendiri terdiri atas sembilan bab yang memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Baca Juga: Westlife Obati Kerinduan Penggemar Lewat My Hero

"Perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan UU KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, pajak karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan,” papar Sri Mulyani.

Baca Juga: Ramalan Harian 12 Zodiak Jumat, 19 November 2021

Mantan Direktur World Bank ini pun menjawab berbagai tudingan tidak mendasar yang menyebut dengan diundangkannya UU HPP ini nantinya akan membuat banyak hal menjadi obyek pajak dan tentunya memberatkan masyarakat.

“Contohnya banyak isu beredar bahwa aset perusahaan akan dikenakan pajak. Sehingga bila pegawai yang mendapatkan fasilitas ponsel, laptop dan sejenisnya wajib dikenakan pajak,” imbuh Sri Mulyani.

Baca Juga: Terbukti Terima Suap, Eddy Hermanto dan Syarifuddin Divonis Penjara 12 tahun

Menurut Menkeu, hal tersebut keliru karena Sebaliknya, pemerintah mengatur batasan tertentu fasilitas perusahaan yang akan dikenakan pajak. Aturan tersebut hanya akan berlaku untuk fasilitas tertentu yang nilainya tinggi seperti fasilitas yang didapatkan para petinggi perusahaan sekelas CEO yang memiliki banyak keuntungan (benefit) dari fasilitas perusahaan.

Baca Juga: Tiktok Luncurkan Proyek Global Untuk Lindungi Remaja dari Hoaks dan Konten Negatif

“Tak hanya itu, pajak natura tersebut juga menyasar profesi tertentu yang memiliki banyak fasilitas dari perusahaan. Jadi adil penghasilan besar maka dikenakan pajak,” jelasnya.

Menkeu Sri Mulyani juga menjabarkan bahwa isu setiap orang yang memiliki NIK akan otomatis harus membayar pajak adalah salah satu informasi yang masuk kategori hoax.

Baca Juga: Cegah Kerusahakan Lahan, Jokowi Ajak Swasta Ikut Bangun Pusat Persemaian Bibit

“Memang benar bahwa NIK akan menggantikan fungsi NPWP namun salah jika semua yang punya NIK akan bayar pajak. Tentu lihat lagi asas keadilannya, jika penghasilannya memenuhi syarat baru bayar pajak. Ini semata-mata untuk kemudahan dan konsistensi untuk administrasi,” pungkasnya.

Editor: Putu Ariek Putra Wijaya Kusuma


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x