Sentimen SARA kian Memanas, Minoritas di India Hidup dalam Bayang - Bayang Ketakutan

13 Agustus 2021, 23:26 WIB
Ilustrasi kelompok ekstremis di India /rt.com

BULELENGPOST.COM - India mungkin merayakan ulang tahun ke-74 kemerdekaannya hari Minggu ini, tetapi di negara demokrasi terbesar di dunia, orang-orang Kristen dan minoritas agama lainnya hidup dalam iklim ketakutan dan kekerasan.

“Jai Shri Ram, Salam Lord Ram, Jai Shri Ram.”

Itu adalah sepengggal nyanyian yang diteriakkan massa sebelum mereka menerobos masuk ke rumah Pendeta Vipin, menyerang keluarganya dan merekam aksi kekerasan yang nantinya akan disebarkan di media sosial.

Baca Juga: Enam Anggota Kelompok Ekstremis Manipur Tewas di Myanmar

Vipin telah mengadakan pertemuan doa – seperti yang telah dilakukannya setiap hari Minggu selama 30 tahun terakhir, ketika massa nasionalis Hindu masuk ke rumahnya di sebuah desa di Distrik Ramnagara, Karnataka pada 31 Januari 2021.

Dikutip dari The Tablet, Jumat, 14 Agustus 2021, kelompok massa yang berjumlah sekitar 25-30 orang itu mulai merekam serangan yang dilakukan terhadap Vipin, memutar lengannya ke belakang dan memukulinya. Ketika putrinya yang berusia 13 tahun mencoba untuk melerai, mereka justru menendang perutnya.

Baca Juga: Alami Luka Serius, Bocah 6 Tahun yang Diperkosa Tetangganya Dirawat Intensif

Seperti yang dilaporkan Open Doors, Destructive Lies - Disinformation, pidato yang menghasut kekerasan dan diskriminasi terhadap minoritas agama di India, menemukan bahwa : “Salah satu hal pertama yang dilakukan gerombolan  barbar itu adalah merebut ponsel, sehingga para korban tidak dapat mendokumentasikan kekerasan, lalu melancarkan aksinya."

Apa yang terjadi pada Vipin adalah akibat dari bagaimana kebencian terhadap agama minoritas di India secara sistematis dipelihara oleh kelompok ekstremis Hindu seperti Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) yang pada akhirnya mengarah pada kekerasan.

Baca Juga: Buntut Penyerangan Imigran Suriah di Turki, Puluhan Orang Ditangkap

Pemimpin Hindu nasionalis yang berpengaruh di daerahnya kerap memposting pernyataan sentimental di WhatsApp.

Misalnya, mereka mengatakan bagaimana suatu perpindahan keyakinan terjadi, bagaimana “Dalit yang malang” dicuci otak untuk berpindah agama atau disuap untuk pindah agama, sehingga meninggalkan budaya dan tradisi Hindu mereka.

Baca Juga: Mossad Israel Peringatkan CIA, Sebut Presiden Iran Sakit Jiwa

Perpindahan agama atau keyakinian di India sekarang ini secara luas dilihat sebagai suatu kejahatan meskipun perpindahan agama secara paksa adalah ilegal di delapan negara bagian.

Undang-undang ini sering disalahgunakan, terutama terhadap orang Kristen dan Muslim.

Ketika disinformasi tentang orang Kristen ini disebarluaskan secara online, masyarakat lokal kemudian mengambil alih kendali.

Baca Juga: Israel dan Maroko Sepakati Sejumlah Kesepakatan, Salah Satunya Terkait Sengketa Sahara Barat

Mereka menghasut massa untuk melancarkan serangan terhadap orang-orang yang pada dasarnya hanya mencoba mempraktikkan iman mereka, yakni pergi ke gereja atau berkumpul untuk berdoa.

Apapun kekerasan atau penyerangan yang terjadi, gerombolan main hakim sendiri ini akan berdalih dengan memutar video yang mengatakan bahwa orang-orang Kristen tertangkap basah memaksa orang untuk pindah agama, menggambarkan diri mereka sebagai pembela pemberani India dan Hindu.

“Saya diinterogasi di kantor polisi dari pukul 18:00-11 malam tentang upaya saya untuk pindah agama. Ketika mereka mengetahui saya tidak terlibat dalam kegiatan tersebut, mereka melepaskan saya.” ungkap Vipin.

Baca Juga: Tak Becus Tegakkan Prokes, Cina Pecat 11 Pejabat

Disinformasi ini berkembang pesat baik di tingkat nasional maupun lokal dan akhirnya mengarah pada kebencian menyeluruh terhadap komunitas mereka. Sedangkan media arus utama hanya bisa membeo disinformasi yang terlanjur meluas di media sosial.

Seperti yang dikatakan salah satu peneliti di London School of Economics setelah laporan Destructive Lies diterbitkan: “Para birokrat, polisi, hakim pengadilan yang lebih rendah, semuanya jelas dan bahkan tidak berusaha menyembunyikannya, secara terbuka berkolusi untuk melecehkan mereka. minoritas.”

Hal ini karena sekarang seluruh struktur sosial berpikir bahwa orang Kristen dicuci otak atau disuap untuk meninggalkan akar Hindu mereka. Inipun tak lain karena narasi yang tergambar di media sosial.

Baca Juga: Gantikan Cuomo, Kathy Hochul jadi Gubernur New York Perempuan Pertama dalam Sejarah

Sejak 2014, bagaimana orang Kristen diperlakukan di India sebenarnya cukup baik. Mereka dianggap melakukan banyak kegiatan amal dan pekerjaan sosial di rumah sakit. Sekarang, hal ini justru berbanding terbalik ketika kepercayaan mengenai kebebasan untuk memilih dan menjalankan keyakinan mulai luntur. 

Hal ini tak lain karena disinformasi yang disebarluaskan oleh para pemimpin radikal Hindu secara daring. Tindakan kekerasan celakanya diterima secara sosial bahkan dimaklumi oleh polisi dan diberi sanksi ringan oleh politisi.

Baca Juga: Penuhi Panggilan, JRX SID Tiba di Polda Metro Jaya Gunakan Masker Warna Hitam

Berbagai aksi kekerasan, protes massal, hukuman mati tanpa pengadilan, pemukulan massa, penangkapan dan interogasi sebagai akibat dari serangan kebencian dan disinformasi yang berkembang biak di media sosial.

Penangkapan dan interogasi sekarang begitu umum sehingga tidak heran jika mendengar ada pendeta baru yang dipenjara setiap harinya. Seringkali tidak ada bukti yang menentang para pendeta dan jumlah hukuman sangat rendah.

Baca Juga: Angin Puting Beliung Porak-porandakan Pemukiman Warga di Kutai Kartanegara

Orang-orang yang mengambil bagian dalam kekerasan main hakim sendiri sedang dimanipulasi dan dipersiapkan oleh para pemimpin nasionalis Hindu untuk keuntungan politik mereka.

"Saya sendiri dulu pernah berada di RSS dan Karnataka Rakshana Vedike (KRV). Kemudian saya meninggalkan kedua kelompok itu karena saya tahu bagaimana saya digunakan oleh institusi untuk melakukan tindakan tertentu. Syukurlah saya meninggalkan keduanya dan menemukan jalan saya dalam kekristenan," ujar Vipin dalam suatu wawancara.***

Editor: Bagus Putu Ardha Krisna Putra

Sumber: thetablet.co.uk

Tags

Terkini

Terpopuler