"Gerombolannya adalah para pejuang liar dan oportunis yang ia kumpulkan lewat kharisma dan kekuatan gaibnya selain pembagian perlindungan secara cermat," ucap Cribb.
Seperti lazimnya para jago, jawara atau bandit masa revolusi, para pengikutnya percaya mereka memiliki kesaktian, atau memiliki kemampuan memberikan mantera kekebalan. Panji juga merupakan menantu Haji Darip, seorang pentolan gerombolan dari Klender, Jakarta.
Baca Juga: Messi Dipastikan Pamit Dari Barca
Keduanya juga sempat menjadi bagian dari Laskar Rakyat Jakarta Raya, organisasi badan perjuangan di luar TNI yang turut melawan Belanda. Akan tetapi, perluasan wilayah Sekutu membuat basis Panji di Klender tergeser pada 1946.
Pada awal 1947, Panji menyerah dan memilih membawa pengikutnya kembali ke tempat asal dan melintasi garis demarkasi.
Belanda lalu memanfaatkan Panji dan kelompok pengikutnya yang tertangkap guna dijadikan pasukan tambahan yang menerima anggaran dana, seragam, senjata modern dan bayaran serta makanan.
"Perubahaan haluan dari LRJR ke Hamot semakin nyata dengan kedatangan mantan komandan unit LRJR Harun Umar dan Sujono, yang unitnya telah menghilang setelah peristiwa Karawang," kata Cribb.
Baca Juga: Kembali Beroperasi, Ekosistem Digital Ikut Bantu Pulihkan UMKM
Markas Hamot, lanjutnya, berada di Kampung Sumur dekat Klender. Di sana mereka diberi senjata ringan dan mulai digembleng latihan kemiliteran.
Nasib para pembelot pun berakhir tragis. Hendi Jo dalam bukunya, Orang-Orang di Garis Depan menyebutkan, rasa frustrasi dan kecewa melanda pasukan liar sang ratu ketika sadar mereka hanya jadi tumbal paling depan militer Belanda.