Uni Eropa Kecam Iran atas Pelanggaran Kesepakatan Nuklir

- 20 Agustus 2021, 10:14 WIB
Menlu Jerman, Heiko Maas (tengah), menlu Inggris, Dominic Raab (kanan), dan menlu Prancis, Jean-Yves Le Drian (kiri), dalam pertemuan di Berlin, Juni 2020 lalu
Menlu Jerman, Heiko Maas (tengah), menlu Inggris, Dominic Raab (kanan), dan menlu Prancis, Jean-Yves Le Drian (kiri), dalam pertemuan di Berlin, Juni 2020 lalu /Times of Israel

BULELENGPOST.COM - Kementerian luar negeri Jerman, Prancis dan Inggris pada Kamis menyatakan "keprihatinan besar" atas laporan terbaru oleh pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatakan Iran terus memproduksi logam uranium, yang dapat digunakan dalam produksi nuklir ataupun bom nuklir.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina mengkonfirmasi awal pekan ini bahwa Iran telah memproduksi logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen untuk pertama kalinya, dan telah secara signifikan meningkatkan kapasitas produksi uranium yang diperkaya hingga 60%.

Baca Juga: Antisipasi Ketidakpastian di Afghanistan, Cina dan Pakistan Perketat Keamanan

Produksi logam uranium telah dilarang oleh kesepakatan nuklir 2015. regulasi itu dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), yang menjanjikan insentif ekonomi Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Anggota JCPOA dari negara - negara Eropa barat, yakni Jerman, Prancis dan Inggris menyebut langkah Iran sebagai "pelanggaran serius" terhadap komitmennya di bawah JCPOA. Mereka mengatakan bahwa keduanya adalah langkah kunci dalam pengembangan senjata nuklir dan Iran tidak memiliki kebutuhan sipil yang kredibel untuk kedua tindakan tersebut.

Baca Juga: Pengamat Diplomatik Peringatkan Cina untuk Waspadai Gerak-gerik Taliban

Iran bersikeras bahwa mereka tidak tertarik untuk mengembangkan bom, dan bahwa logam uranium itu untuk program nuklir sipilnya.

“Kekhawatiran kami diperdalam oleh fakta bahwa Iran secara signifikan membatasi akses IAEA melalui penarikan dari pengaturan pemantauan yang disepakati JCPOA,” tambah pernyataan bersama itu.

Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018, dimana presiden saat itu, Donald Trump mengatakan kesepakatan nuklir masih perlu dinegosiasikan ulang.

Baca Juga: Nisan Leaf, Mobil Listrik Terbaru Seharga Rp. 600 jutaan

Hingga kini, Teheran terus meningkatkan pelanggarannya terhadap kesepakatan untuk memberi tekanan pada penandatangan lain untuk memberikan lebih banyak insentif kepada Iran untuk mengimbangi sanksi Amerika yang telah menjatuhkan perekonomian di Iran.

Sementara itu, Eropa Barat, serta Rusia dan China, telah bekerja untuk mencoba melestarikan kesepakatan tersebut. Presiden AS, Joe Biden mengatakan dia terbuka untuk bergabung kembali dengan pakta itu, dengan syarat Iran perlu kembali ke pembatasan awal.

Baca Juga: Teknologi Blockchain dan NFT, Siap Dikembangkan di Denpasar

Iran tetap bersikeras bahwa AS harus membatalkan semua sanksi. Pembicaraan berbulan-bulan telah diadakan di Wina dengan pihak-pihak yang tersisa dari JCPOA. 

Menyusul laporan IAEA terbaru tentang peningkatan produksi logam uranium, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan awal pekan ini bahwa langkah tersebut tidak konstruktif dan tidak konsisten dengan kembalinya kesepakatan bersama.

Baca Juga: 2030, Indonesia Ditarget 13 juta Motor Listrik dan 2,2 juta Mobil Listrik

Dalam pernyataan hari Kamis, tiga kekuatan Eropa Barat mengatakan bahwa Aktivitas Iran semakin meresahkan mengingat fakta bahwa pembicaraan di Wina telah terganggu atas permintaan Teheran selama dua bulan terakhir. 

“Sementara menolak untuk bernegosiasi, Iran malah membangun fakta di lapangan yang membuat kembalinya ke JCPOA menjadi lebih rumit,” kata pernyataan itu.

Editor: Bagus Putu Ardha Krisna Putra

Sumber: Time of Israel


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah